BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Dalam era globalosasi saat ini, bisnis
keuangan terutama lembaga keuangan syari’ah banyak diminati oleh masyarakat.
Masyarakat beranggapan bahwa lembaga keuangan yang berlandaskan azas syari’ah
akan lebih aman dan nyaman karena menggunakan sistem bagi hasil dan menggunakan
akad-akad yang sesuai dengan syari’at islam. Dengan landasan ini masyarakat
semakin mempercayai keuangannya dengan lembaga keuangan syari’ah. Namun yang
harus diperhatikan masyarakat juga memperhatikan kualitas dari lembaga keuangan
syari’ah tersebut apakah sudah seperti yang mereka inginkan.
Kualitas layanan menjadi faktor yang
sangat menentukan dalam keberhasilan sebuah usaha. Tidak hanya dalam bisnis
perbankan atau lembaga keuangan syari’ah saja tetapi mencakup semua bidang
usaha. Perusahaan juga harus menyadari pentingnya berwawasan pelanggan dan
mementingkan pelanggan. ”Cara berfikir berwawasan pelanggan mengharuskan
perusahaan merumuskan kebutuhan pelanggan dari sudut pandang pelanggan. Dalam
setiap keputusan pembelian ada untung dan ruginya dan manajemen tidak dapat
mengetahuinya tanpa meneliti pelanggan”.[1]
Pelanggan tidak cukup dipacu oleh produk
dan teknologi tetapi kita juga harus mengetahui perilaku dan gaya hidup yang
menjadi sasaran dapi produk kita. Karena itu akan mempengaruhi selera kepuasan
terhadap suatu produk. Sebenarnya masyarakat menginginkan produk dan layana
kualitas yang sesuai bagi kebutuhan.
Perusahaan yang menerapka berwawasan
pelanggan akan selalu mengamati tingkat kepuasan pelangannya dan menetapkan
sasaran peningkatannya. Misalnya saja KJKS BMT Muamalat Rowosari ingin mencapai
tingkat kepuasan tertentu. Jika tingkat kepuasan penggan meningkat arah KJKS
BMT Muamalat Rowosari sudah benar. Namun jika keuntungan meningkat sedangkan
kepuasan pelanggan menurun arahnya salah. Maka meningkatnya keuntungan
perusahaan harus diimbangi dengan meningkatnya kepuasan pelanggan. Kesehatan
dari perusahaan dapat dilihat dari tingkat kepuasan pelayanan yang tinggi dan
terus meningkat. Kepuasan pelanggan adalah petunjuk terbaik tentang keuntungan
perusahaan dimasa datang.





Keterangan
:
Dipuncak adalah pelanggan lalu karyawan
garis depan yang bertemu melayani dan memuaskan pelanggan. Dibawah mereka
adalah manajemen madya yang tugasnya mendukung karyawan garis depan supaya mereka
dapat melayani pelanggan dengan baik. Akhirnya dibawah adalah manajemen puncak
yang tugasnya mendukung manajemen madya sehingga mereka dapat mendukung garis
depan yang menentukan apakah pelanggan puas dengan perusahaan. Kita sudah
menambah pelanggan disamping ganbar tersebut untuk menunjukkan bahwa semua
manajemen dalam perusahaan langsung terlibat dalam mengenal, bertemu dan
melayani pelanggan.[2]
“Salah satu faktor yang menentukan
tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan menurut John Sviokla adalah
kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan, pencapaian
pangsa pasar yang tinggi, serta peningkatan laba perusahaan tersebut sangat
ditentukan oleh pendekatan yang digunakan. Konsekuensi atas pendekatan kualitas
jasa suatu produk memiliki esensi penting bagi strategi perusahaan untuk
mempertahankan diri dan mencapai kesuksesan dalam menghadapi persaingan.”[3]
Penjualan pada suatu perusahaan pada
dasarnya berasal dari dua kelompok yaitu pelanggan baru dan pelanggan ulang
atau lama. Dalam mendapatkan pelanggan baru membutuhkan biaya yang lebih mahal
daripada mempertahankan pelanggan yang sudah ada. Kita tidak boleh
mengesampingkan pelanggan lama kita ,kita harus membuat pelanggan itu percaya
agar pelanggan tetap membeli produk kita. Selain itu, pelanggan yang sudah puas
terhadap pelayanan kita akan menceritakannya kepada orang-orang dan itu dapat
menjadi sebuah promosi yang sangat menguntungkan karena kita juga tidak
mengeluarkan biaya.
Kunci dari mempertahankan pelanggan
adalah kepuasan seorang pelanggan yang puas akan :
Ø
Membeli lebih banyak
dan setia lebih lama
Ø
Membeli jenis produk
baru atau produk yang disempurnakan dari perusahaan
Ø
Memuji-muji perusahaan
dan produknya pada orang lain
Ø
Kurang memperhatikan
merek dan iklan saingan dan kurang memperhatikan harga
Ø
Menawarkan gagasan
barang dan jasa kepada perusahaan
Ø
Lebih murah biaya
pelayanannya daripada pelanggan baru karena transaksinya sudah rutin[4]
Di indonesia memiliki Hari Pelanggan
Nasional yang jatuh pada tanggal 4 September 2003 yang diresmikan oleh Presiden
Megawati Soekarno Putri dan yang menggagasnya adalah Handi Irawan. Hari
Pelanggan ini dianggap dapat mengingatkan perusahaan-perusahan untuk selalu
memberikan kepuasan pada pelanggannya. Karena seringkali perusahaan-perusahaan
tidak mementingkan pelanggannya tetapi profit perusahaan yang selalu dikejar.
Sistem Manajemen Kualitas ISO 9001 yang
dikeluarkan oleh International Organization for Standardization dirancang untuk
mendapatkan pengakuan global tentang pelaksanaan sistem manajemen perusahaan
berbasis kualitas. ISO versi tahun 2000 memasukan variabel pengukuran kepuasan
pelanggan sebagai salah satu prinsip dalam penerapannya. Fokus pada konsumen
sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk meningkatkan kepuasan pelanggan
(Lupiyoadi, 2006).
Kesadaran membangun kualitas sangatlah
penting karena kualitas tidak saja terkait melalui tahap pengembangan dan
proses produksi, melainkan termasuk mendengar suara pelanggan dan harapan
konsumen jasa. Dalam hal ini, kualitas jasa akan sangat bergantung pada
pendekatan sistem manajemen kualitas yang mampu menjamin bahwa kebutuhan
konsumen jasa dapat dipenuhi.
Model SERVQUAL adalah salah satu
pendekatan yang banyak digunakan sebagai acuan dalam riset pemasaran. SERVQUAL
dibangun atas adanya perbandingan dua faktor utama, yaitu persepsi pelanggan
atas layanan yang nyata mereka terima (perceived service) dengan layanan yang
sesungguhnya diharapkan (expected service). Terdapat 5 dimensi SERVQUAL sebagai
berikut berwujud ( tangible), keandalan (reliability), ketanggapan
(responsiveness), jaminan da kepastian (assurance), dan empati (empathy).
Kelima dimensi tersebut terdapat kepentingan yang reletif berbeda-beda.
Keandalan merupakan dimensi yang paling kritis, kemudian yang kedua adalah
kepastian, ketiga oleh keberwujudan (terutama oleh perusahaan perbankan),
keempat oleh ketanggapan, dan dimensi terakhir yang memiliki kadar kepentingan
paling rendah adalah empati.
Konsumen di Indonesia telah memiliki
Undang-undang Konsumen yang melindungi dari rendahnya kualitas jasa yang
diberikan oleh perusahaan. Dengan adanya undang-undang ini konsumen dapat
menyalurkan keluhan mereka terhadap produsen dan mendapatkan perlindungan
hak-hak sebagai konsumen.
UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen (UU) Konsumen yang efektif sejak tanggal 20 April 2000 menjadi payung
hukum bagi tuntutan konsumen. Undang-undang ini menampung segala sesuatu yang
berhubungan dengan keluhan konsumen terhadap produsen (Lupiyoadi, 2006).
Nilai terhantar pada pelanggan adalah
selisih antara jumlah nilai bagi pelanggan dan jumlah biaya dari pelanggan. Dan
jumlah nilai dari pelanggan adalah sekelompok keuntungan yang diharapkan
pelanggan dari barang dan jasa tertentu.[5]
Ada 3 nilai yang diberikan oleh
pelanggan diukur berdasarkan kepercayaan (reliability),
ketahanan (durability), dan kinerja (performance) terhadap bentuk fisik,
pelayanan karyawan perusahaan, dan citra produk (jasa).
Kepuasan mengenai atribut akan
mempengaruhi reaksi konsumen terhadap suatu produk. Sehingga konsumen akan
merasa puas jika atribut-atribut kunci atau khusus suatu produk yang dinilai
sesuai dengan keinginan dan harapan dari konsumen. Kebanyakan program kepuasan
pelanggan bertujuan untuk meningkatkan kinerja positif pada atribut, sehingga
atribut yang dianggap penting akan diketahui dan peningkatan kinerja dilakikan
melalui atribut tersebut.
Kepuasan adalah tingkat perasaan
seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang dia rasakan
dibandingkan dengan harapannya.[6]
Dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan
antara kinerja yang dirasakan dengan harapan.
Baitul Maal Wat Tamwil atau lebih sering
disebut BMT yang merupakan lembaga keuangan non Bank yang mengurusi persoalan
arus keuangan umat, baik yang bersifat arus keuangan sosial maupun arus
keuangan yang bersifat komersial dimana denyut nadi perekonomian umat terpusat
pada fungsi kelembagaan ini yang mengarah pada hidupnya fungsi-fungsi
kelembagaan ekonomi lainnya.
Kegiatan Baituttaamwil adalah
mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas
kegiatan ekonomi pengusaha kecil mikro antara lain dengan mendorong kegiatan
menabung dan fasilitasi pembiayaan guna menunjang usaha ekonominya.
Di Indonesia, karena terdorongnya rasa
keprihatinan yang mendalam terhadap masyarakat miskin yang dari tahun ke tahun
semakin meningkat tajam yang terjerat oleh rentenir dan juga dalam rangka usaha
memberikan alternatif bagi mereka yang ingin mengembangkan usahanya, namun
tidak dapat berhubungan secara langsung dengan perbangkan islam dikarenakan
usahanya tergolong kecil. Maka pada tahun 1992 lahirlah sebuah lembaga keuangan
kecil yang beroperasi dengan menggabungkan antara konsep Baitul Maal dan Baitut Tamwil
yang mempunyai target sasaran dan skalanya pada sektor usaha kecil atau
mikro.
Di
indonesia sendiri Sejarah BMT dimulai tahun 1984 yang dikembangkan mahasiswa
ITB di Masjid Salman yang mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan
syari’ah bagi usaha kecil. Kemudian BMT lebih di berdayakan oleh ICMI sebagai
sebuah gerakan yang secara operasional ditindaklanjuti oleh Pusat Inkubasi
Bisnis Usaha Kecil (PINBUK).
Dengan makin bertambahnya orang-orang
yang memiliki perhatian lebih terhadap lembaga ini, maka diperlukan pembinaan
pada BMT-BMT yang menghubungkan terjalinnya komunikasi dan jaringan antar BMT
ataupun penghubung BMT kepada lembaga keuangan ekonomi yang lebih besar baik
pemerintah maupun swasta dan usaha menumbuhkan dan mengembangkan BMT dimasa
depan maka berdirilah lembaga Pembina BMT yang berupa Lembaga Pengembangan
Swadaya Masyarakat (LPSM), Pusat Pengkajian dan Pengembangan Usaha Kecil
(P3UK), Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) maupun Dompet Dhuafa.
Menurut pasal 1 undang-undang No. 10
Tahun 1998 tentang perubahan undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
Bank didefinisikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.3 Dimana undang-undang tersebut juga
mencantumkan kebebasan penentuan imbalan dan sistem keuangan bagi hasil, juga
dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 yang memberikan batasan
tegas bahwa bank diperbolehkan melakukan kegiatan usaha dengan berdasarkan
prinsip bagi hasil. Maka mulailah bermunculan lembaga keuangan yang menggunakan
sistem syari’ah, seperti Bank Muamalat Indonesia (BMI), BNI Syari’ah,
BPRS-BPRS, dan Baitul Maal wat Tamwiil (BMT). Adapun bank umum merupakan
lembaga keuangan makro, bank perkreditan rakyat merupakan lembaga keuangan
menengah, sedangkan BMT merupakan salah satu contoh lembaga keuangan mikro yang
berlandaskan syari’ah dan berbadan hukum koperasi maka secara otomatis di bawah
pembinaan Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Dengan demikian,
peraturan yang mengikat KJKS BMT juga dari departemen ini. Sampai saat ini,
selain peraturan tentang koperasi dengan segala bentuk usahanya, KJKS BMT
diatur secara khusus dengan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah No. 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah. Dengan keputusan ini, segala sesuatu
yang terkait dengan pendirian dan pengawasan KJKS BMT berada di bawah
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
Melihat uraian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa KJKS BMT adalah lembaga keuangan yang beroperasi seperti
koperasi sehingga berbadan hukum koperasi. KJKS BMT merupakan gabungan dari Baitul
Maal (Non Komersil) dan Baitut Tamwil (komersil). Baitul Maal merupakan
lembaga keuangan yang kegiatannya mengelola dana yang bersifat nirlaba (sosial)
yang sumber dananya berasal dari zakat, infaq dan shadaqah (ZIS),
atau sumber lain yang halal, kemudian disalurkan kepada mustahiq atau
yang berhak. Adapun Baitut Tamwil adalah lembaga keuangan yang
kegiatannya menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang
bersifat profit motive (mencari keuntungan)
Pada kondisi pasar, nasabah dapat
memilih aneka macam tawaran produk atau jasa dari Lembaga Keuangan. KJKS BMT
Muamalat Rowosari sebagai lembaga keuangan syari’ah dituntut harus memberikan
kualitas pelayanan yang prima dan unggul karena itu sangat mempengaruhi nasabah
karena nasabah bisa lari dan memilih BMT lain yang memberikan kualitas layanan
yang lebih baik. Tidak mungkin orang akan memilih BMT yang biasa-biasa saja
kalau ada yang lebih baik mengapa tidak? Alasan seperti inilah yang menjadi
dasar dari KJKS BMT Muamalat Rowosari untuk selalu memberikan inovasi-inovasi
agar nasabah tidak bosan terhadap produk atau jasa yang mereka gunakan.
KJKS BMT Muamalat dalam melakukan
kegiatannya sering mengalami kendala dalam melakukan strategi promosi kepada
masyarakat agar masyarakat dapat mengerti dan paham terhadap produk-produk yang
ditawarkan. Mereka hampir selalu gagal
memberikan jawaban yang memuaskan ketika calon anggota mengajukan pertanyaan;
“Berapa besar bagi hasil (keuntungan tepat) yang saya terima setiap bulan jika
saya menyimpan dana dalam jumlah sekian di KJKS BMT anda ?” Persoalannya
adalah, jika calon anggota diberikan jawaban sesuai dengan syariah. Calon
anggota kebanyakan cenderung meragukan kualitas dari KJKS BMT Muamalat dan
lebih percaya terhadap Bank Konvensional yang memiliki fasilitas dan pelayanan
yang lebih baik.
Namun hal ini tidak menyurutkan KJKS BMT
Muamalat, ini justru menjadi dorongan semangat agar masyarakat percaya kalau
KJKS BMT Muamalat juga dapat memberikan kualitas dan layanan yang sama atau
bahkan lebih baik dari Bank Konvensional. Karena sebagian besar nasabah dari
KJKS BMT Muamalat ini masyrakakat yang tergolong ekonomi menengah kebawah yang
jarang lebih suka menyimpan uangnya di rumah maka KJKS BMT Muamalat sering melakukan
pembinaan terhadap masyarakat sekitar dan menjelaskan kualitas dari pelayanan
agar masyarakat percaya dan puas terhadap kinerja KJKS BMT Muamalat.
Dari tahun ke tahun tingkat kepuasan
nasabah KJKS BMT Muamalat sering mengalami pasang surut, untuk itu KJKS BMT
Muamalat perlu meningkatkan kualitas layanan, nilai nasabah dan atribut produk
islam terhadap kepuasan nasabah agar dapat meningkatkan nasabah. Karena nasabah
yang merasa puas akan mengakibatkan pengulangan pembelian terhadap produk atau
jasa dan akan menyebarkan kepuasannya terhadap masyarakat yang dapat dijadikan
promosi secara tidak langsung. Namun KJKS BMT Muamalat perlu meyakinkan nasabah
agar nasabah tetap setia.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “ANALISIS
PENGARUH KUALITAS LAYANAN, NILAI NASABAH DAN ATRIBUT PRODUK ISLAM TERHADAP
KEPUASAN NASABAH KJKS BMT Muamalat Rowosari, Kendal
B. Rumusan
Masalah
Rumusan
masalah pada penelitian ini adalah :
1. Apakah
terdapat pengaruh antara kualitas layanan terhadap kepuasan nasabah di KJKS BMT
Muamalat Rowosari?
2. Apakah
terdapat pengaruh antara nilai nasabah terhadap kepuasan nasabah di KJKS BMT
Muamalat Rowosari?
3. Apakah
terdapat pengaruh antara atribut produk islam terhadap kepuasan nasabah di KJKS
BMT Muamalat Rowosari?
C. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk
menganalisis pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan nasabah di KJKS BMT
Muamalat Rowosari
2. Untuk
menganalisis pengaruh nilai nasabah terhadap kepuasan nasabah di KJKS BMT
Muamalat Rowosari
3. Untuk
menganalisis pengaruh atribut produk islam terhadap kepuasan nasabah di KJKS BMT
Muamalat Rowosari
D. Manfaat
Penelitian
Mengenai
manfa’at penelitian ini adalah:
1. Bagi
Manajemen KJKS BMT
Hasil penelitian
ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan
strategi pemasaran yang berwawasan pada kesetiaan agar tercipta kepercayaan
merek.
2. Bagi
Nasabah
Hasil penelitian
ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk lebih berhati-hati dalam memilih
bank.
3. Bagi
Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian
ini diharapkan dapat digunakan sebagai pemasukan dalam pengembangan ilmu
pemasaran dan sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.
E. Sistematika
Penulisan Skripsi
Perumusan
sistematika penulisan ini untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai materi
pembahasan dalam penelitian sehingga dapat mempermudah pembaca untuk mengetahui
maksud dilakukannya penelitian ini.
BAB
I PENDAHULUAN
Dalam bab ini peneliti
mengemukakan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfa’at penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang landasan teori yang
digunakan sebagai penjabaran teori-teori yang mendukung perumusan hipotesis.
Selain itu, bab ini juga berisi penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
penelitian penulis, kerangka pemikiran teoritis dan hipotesis.
BAB III METODE
PENELITIAN
Dalam bab ini dijelaskan mengenai metode penelitian
yang digunakan dalam penulisan ini yang meliputi antara lain: variabel
penelitian dan definisi operasional, jenis dan sumber data, metode pengumpulan
data, serta metode analisis yang digunakan.
BAB IV HASIL
DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas mengenai gambaran umum perusahaan,
gambaran umum responden, analisis data serta pembahasan.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan-kesimpulan yang didapat
dari hasil penelitian dan saran-saran sebagai masukan bagi penelitian
selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1.
Definisi dan Konsep Pemasaran
Dra. Murti Sumarni, MM (2002)
mendefinisikan Pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan untuk memuaskan
kebutuhan dan keinginan melaliu proses pertukaran.
Philip Kotler (1999) merumuskan
pemasaran merupakan proses sosial dimana indinidu atau kelompok mendapat apa
yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran dan pertukaran
yang bebas atas produk dan jasa yang bernilai dengan orangn lain.
Menurut American Marketing
Association (2007), “Marketing is the activity, set of institutions, and
processes for creating, communicating, delivering, and exchanging offerings
that have value for customers, clients, partners, and society at large.” Pemasaran adalah sebuah
kegiatan,seperangkat lembaga, dan merupakan proses-proses pembuatan,
komunikasi, pengiriman dan pertukaran pernawaran, yang bernilai bagi konsumen,
klien, mitra kerja, serta masyarakat luas.
Menurut
Nickels, J.MacHugh, dan S.MacHugh (2009), “marketing is the process of
determining customer want and need and then profitably providing customer with
goods and service that meet or exceed their expectation.” Dapat dikatakan
juga, pemasaran adalah proses menentukan keinginan dan kebutuhan pelanggan
dan kemudian menyediakan pelanggan tersebut dengan barang-barang dan
jasa yang dapat memuaskan atau melebihi harapannya.
Dalam hal ini terdapat lima konsep
yang mendasari perusahaan melakukan aktivitas pemasarannya:
a.
Konsep Produksi (The Production Concept)
Konsep ini
menyatakan bahwa, konsumen akan menyukai produk yang tersedia selaras dengan
kemampuan konsumen, murah dan mudah didapat.
b.
Konsep Produk (The Product Concept)
Dalam konsep ini terkandung pengertian bahwa,
konsumen akan menyukai produk yang menawarkan kualitas dan prestasi terbaik
serta keistimewaan yang menonjol.
c.
Konsep Penjualan (The Selling Concept)
Gagasan yang menyatakan bahwa konsumen tidak akan
membeli cukup banyak produk kecuali jika produsen mengupayakam promosi dan
penjualan yang agresif. Ini dikarenakan konsumen kurang tertarik pada produk
/jasa yang ditawarkan dan oleh karenanya pemasar harus berusaha mendorong
konsumen untuk melakukan pembelian dengan cara promosi yang berdaya guna untuk
merangsang pembelian. Konsep penjualan ini biasanya digunakan untuk memasarkan
Unsought goods yaitu barang yang semula konsumen tidak berpikiran untuk membeli.
d.
Konsep Pemasaran (The Marketing Concept)
Dalam konsep ini menyatakan bahwa, kunci
keberhasilan untuk mencapai tujuan perusahaaan adalah terdiri dari penentuan
kebutuhan dan keinginan pasar sasaran (target market) serta pemberian kepuasan
yang diinginkan secara lebih baik daripada yang dilakukan oleh para pesaing.
Perusahaan yang menganut konsep pemasaran maka semua kegiatannya diarahkan
kepada konsumen (Consumer Oriented).
e.
Konsep Pemasaran
Kemasyarakatan (The Societal Market Concept)
Dalam melakukan busnis seringkali perusahaan hanya
berfikir untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen atau pasar sasaran
bahkan harus lebih baik dari pesaingnya, namun kesejahteraan masyarakat dalam
jangka panjang kurang diperhatikan. Konsep pemasaran kemasyarakatan berupaya
memenuhi dan memuaskan kebutuhan serta keinginan konsumen, sekaligus menjaga
kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang.
2.1.2. Definisi Jasa
Menurut Dra. Murti Sumarni MM (2002),
Jasa adalah setiap kegiatan atau manfa’at yang dapat diberikan oleh satu pihak
kepada pihak lainnya yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak pula berakibat
pemilikan sesuatu dan produksinya dapat atau tidak dapat dikaitkan dengan suatu
produk fisik.
Kotler and Keller (2006)
mengemukakan pengertian jasa (service) sebagai berikut: “A service is
any act or performance that one party can offer to another that is
essentially intangible and does not result in the ownership of anything. Its
production may or may not be tied to a physical product.” (Jasa adalah
setiap tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain yang
secara prinsip tidak berwujud dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan.
Jasa memiliki (4) empat karakteristik:
a) Tidak
berwujud
b) Tidak
dapat dipisahkan atau tidak dapat diwakilkan
c) Tidak
tahan lama
d) keanekaragaman
2.1.3. Kepuasan Pelanggan
Menurut Kotler, Kepuasan adalah
tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang dia
rasakan dibandingkan dengan harapannya.[7]
Jika yang dirasakannya sama atau
lebih baik dari yang diharapkan, pelanggan dapat dikatakan “puas” tetapi jika
yang dirasakan lebih rendah dari yang diharapkan, pelanggan dapat dikatakan
“tidak puas”.
Dengan adanya kepuasan konsumen
maka permintaan terhadap produk/jasa akan meningkat. Kepuasan konsumen akan
berakibat terjadinya pengulangan pembelian produk/jasa. Kepuasan konsumen akan
tersebar kepada calon pembeli lain, sehingga tidak langsung akan merupakan
iklan bagi produk/jasa yang ditawarkan produsen.
Perusahaan yang berwawasan
pelanggan, kepuasan pelanggan adalah sasaran sekaligus kiat pemasaran.
Perusahaan yang berwawasan pelanggan ingin mencapai kepuasan pelanggan yang
tinggi, namun perusahaan belum tentu ingin memaksimalkan kepuasan pelanggan
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
a)
perusahaan dapat
meningkatkan kepuasan pelanggan dengan menurunkan harga atau menungkatkan
pelayanan, namun akibatnya laba perusahaan akan turun.
b)
Perusahaan mungkin
dapat meningkatkan keuntungan bagi pelanggan dengan cara lain, misalnya
memperbaiki produksinya atau menanam modal lebih banyak dipenelitian dan
pengembangan.
2.1.4. Kualitas Layanan
Kualitas produk(jasa) adalah sejauh
mana produk (jasa) memenuhi spesifikasi-spesifikasinya.
Kualitas menurut ISO 9000 adalah “degree to which a set of inherent
characreristics fulfils requirements” (derajat yang dicapai oleh
karakteristik yang inheren dala memenuhi persyaratan). Persyaratan dalam hal
ini adalah “need expectation that is
stated, generally implied or obligatory” (yaitu kebutuhan atau harapan yang
dinyatakan, biasanya tersirat atau wajib).
Jadi kualitas menutur ISO 9000
merupakan perpaduan antara sifat dan karakteristik yang menentukan sejauh mana
keluaran dapat memenuhi persyaratan kebutuhan pelanggan. Pelanggan yang
menentukan dan manilai sampai seberapa jauh sifat dan karakteristik itu
memenuhi kebutuhannya.
Menurut Joseph Juran dalam bukunya
Quality Control Handbook, Kualitas dapat diartikan sebagai biaya yang dapat
dihindari dan yang tidak dapat dihindari.
Kualitas menurut Tjiptono (2006)
dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri
dari kualitas disain dan kualitas kesesuaian.
Dalam kaitannya dengan kualitas
pelayanan, Kotler (2005) mengatakan bahwa kualitas pelayanan harus dimulai dari
kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti citra
kualitas yang baik bukanlah dari penilaian perusahaan, melainkan dari persepsi
pelanggan. Sejalan dengan ini, di dalam perspektif kualitas pelayanan antara
lain dikenal user based approach, yaitu kualitas pelayanan tergantung
pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang memuaskan preferensi
seseorang (misalnya perseived quality) merupakan produk yang berkualitas
tinggi.
Menurut Sviokla, kualitas memiliki
delapan dimensi pengukuran yang terdiri atas:
a. Kinerja
(Performance)
b. Keragaman
Produk (Features)
c.
Keandalan (Reliability)
d.
Kesesuaian (Conformance)
e.
Ketahanan (Durability)
f.
Kemampuan Pelayanan (Serviceability)
g.
Estetika (Aesthetics)
h.
Kualitas yang
dipersepsikan (Perceived Quality)
Salah
satu pendekatan kualitas jasa yang banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran
adalah metode SERVQUAL yang dibangun atas perbandingan dua faktor utama, yaitu
persepsi pelanggan atas layanan yang nyata mereka terima dengan layana yang
sesungguhnya diharapkan.
SERVQUAL oleh
Parasuraman terdiri dari lima dimensi, yaitu:
a)
Berwujud (Tangible)
Kemampuan
perusahaan dalam menunjukan eksistensinya kepada pihak eksternal. Meliputu
fasilitas fisik, perlengkapan dan peralatan yang digunakan serta penampilan
pegawainya.
b)
Keandalan (Reliability)
Kemampuan
perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan
terpercaya.
c) Ketanggapan
(Responsiveness)
Suatu kebijakn
untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada
pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas.
d)
Jaminan dan kepastian (Assurance)
Pengetahuan,
kesopansantunan dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa
percaya para pelanggan kepada perusahaan.
e)
Empati (Empathy)
Memberikan
perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada
para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen.
2.1.5. Nilai Pelanggan
Kotler (1999) berpendapat bahwa
Nilai terhantar pada pelanggan adalah selisih antara jumlah nilai bagi
pelanggan dan jumlah biaya dari pelanggan. Dan jumlah nilai bagi pelanggan
adalah sekelompok keuntungan yang diharapkan pelanggan dari barang dan jasa
tertentu.
Menurut Gale (1994) bahwa :
persepsi konsumen terhadap nilai atas kualitas yang ditawarkan relative lebih
tinggi dari pesaing akan mempengaruhi tingkat loyalitas konsumen, semakin
tinggi persepsi nilai yang dirasakan oleh pelanggan, maka semakin besar
kemungkinan terjadinya hubungan (transaksi). Hubungan yang diinginkan adalah
hubungan yang bersifat jangka panjang, sebab usaha dan biaya yang dikeluarkan
oleh perusahaan diyakini akan jauh lebih besar apabila harus menarik pelanggan
baru atau pelanggan yang sudah meninggalkan perusahaan, dari pada
mempertahankannya.
Nilai atribut adalah
karakteristik-karakteristik produk yang ada dibenak dan dijelaskan oleh
pelanggan. Nilai konsekuensi adalah penilaian subjektif pelanggan sebagai
konsekuensi dari penggunaan atau pemanfaatan produk.
2.1.6. Atribut Produk
Kotler
dan Amstrong (2001), menyatakan bahwa atribut produk adalah pengembangan suatu
produk dan jasa memerlukan pendefinisian manfaat-manfaat yang akan ditawarkan.
Manfaat ini dikomunikasikan dan disampaikan oleh atribut-atribut produk seperti
kualitas, fitur serta gaya dan desain.
Atribut produk meliputi:
a. Kualitas Produk
Kualitas produk adalah kemampuan
suatu produk untuk melakukan fungsi-fungsinya; kemampuan itu meliputi daya
tahan, kehandalan, ketelitian yang dihasilkan, kemudahan dioperasikan dan
diperbaiki, dan atribut lain yang berharga pada produk secara keseluruhan.
b. Fitur Produk
Fitur produk merupakan alat
persaingan untuk mendiferensiasikan produk perusahaan terhadap produk sejenis
yang menjadi pesaingnya. Menjadi produsen yang mengenalkan fitur baru yang
dibutuhkan dan dianggap bernilai menjadi salah satu cara yang efektif untuk
bersaing
c. Gaya dan Desain Produk
Konsep desain lebih luas
dibandigkan gaya. Gaya semata-mata menjelaskan penampilan produk tertentu. Gaya
yang sensasional mungkin akan mendapatkan perhatian dan mempunyai nilai seni,
tetapi tidak selalu membuat produk tertentu berkinerja lebih baik. Sedangkan
desain bukan sekedar tampilan saja, tetapi termasuk ke dalam jantung produk.
Desain yang baik dapat memberikan kontribusi dalam hal kegunaan produk dan juga
penampilannya.
2.1.7. Sistem Keuangan Syari’ah
Lembaga keuangan syari’ah dalam
menjalankan usahanya tudak dapat dipisahkan dari konsep-konsep syari’ah yang
mengatur produk dan operasionalnya.konsep dasar syari’ah ini dijadikan pijakan
dalam mengembangkan produknya.
Iqbal (1997) menjelaskan bahwa
kerangka kerja dasar dari sistem keuangan Islam adalah sebuah susunan peraturan
dan hokum, yang secara bersama-sama disebut syariah, aspek-aspek ekonomi
pemerintahan, sosial, politik dan budaya dari masyarakat Islam. Prinsip-prinsip
dasar dari sisrem keuangan Islam dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pengharaman bunga
Pengaharaman riba sebuah kata yang
berarti “sebuah sampingan” dan diinterpretasikan sebagai “setiap tambahan modal
yang tidak adil baik dalam hutang maupun penjualan.
2. Bagi resiko
Karena bunga diharamkan, pemberi
dana menjadi investor daripada kreditor
3. Uang sebagai modal potensial.
Uang dianggap sebagai modal
potensial manakala ia menjadi modal aktual hanya ketika digunakan untuk
aktivitas produktif
4. Pengharaman perilaku spekulatif.
Sebuah sistem finansial Islam
mengaharamkan transaksi dengan ketidakpastian yang ekstrim, judi, dan penuh
resiko.
5. Melakukan kontrak yang halal
Islam mengannggap kontrak obligasi
dan keterbukaan akan informasi sebagai hal yang sakral
6. Aktivitas sesuai syariah.
Hanya aktivitas bisnis yang tidak
melawan aturan-aturan syariah cocok untuk diberikan investasi
Apabila nasabah dapat merasakan
manfaat dari atribut-atribut khas yang melekat pada bank syariah maka akan
memberikan penilaian yang positif atas atribut tersebut. Sebagaimana Oliver
(1997) dalam Mujiharjo (2006) mendefinisikan kepuasan sebagai tanggapan
pelanggan, yaitu penilaian atas fitur-fitur suatu produk atau jasa, bahkan
produk atau jasa itu sendiri, yang memberikan tingkat kesenangan dalam
mengkonsumsi yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan. Dan penelitian yang
dilakukan oleh Anderson et al (1994); Buzzel and Gale (1987); Fornell and
Wernerfelt (1987) dalam Nurhayati (2002) dinyatakan bahwa atribut dari sebuah produk sangat
erat kaitannya dengan customer satisfaction karena kemakin tinggi
penilaian konsumen mengenai atribut produk maka akan semakin tinggi kepuasan
pelanggan yang dirasakan
2.2 Penelitian Terdahulu
1) Penelitian
Prasetyo Adi (2008), yang berjudul Analisis Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap
Kepuasan Nasabah BMT Kaffah Yogyakarta.
Kesimpulan dari
penelitian ini adalah pihak BMT Kaffah
supaya mempertahankan kualitas pelayanan terutama dari segi Assurance (jaminan)
dan Tangibles (kemampuan fisik) karena kedua hal tersebut berkorelasi
positif terhadap kepuasan nasabah.
2) Dinda
Monika Mediana Bahri (2010), yang berjudul Analisis Pengaruh Nilai Pelanggan,
Kualitas Pelayanan dan Kedekatan Emosional Terhadap Loyalitas Nasabah (Studi
kasus pada Bank BRI Cabang Pattimura Semarang)
Kesimpulan dari
penelitian ini adalah untuk menambah variabel independen lainnya selain nilai
pelanggan, kualitas pelayanan dan kedekatan emosional yang tentunya dapat
mempengaruhi variabel dependen loyalitas nasabah agar lebih melengkapi
penelitian ini karena masih ada variabel-variabel independen lain di luar
penelitian ini yang mungkin bisa mempengaruhi loyalitas nasabah seperti
kepuasan, kepercayaan, kualitas produk.
3) Danmia
Andina (2009), yang berjudul Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Nilai terhadap
Kepuasan Nasabah pada Taplus BNI cabang Undip Semarang pada tahun 2009.
Hasil penelitian dengan
variabel kualitas layanan dan nilai masing-masing berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Berdasarkan penelitian tersebut diambil
sebagai rujukan untuk penelitian bahwa kualitas layanan dan nilai mempengaruhi
kepuasan nasabah.
2.3 Kerangka
Pemikiran
Berdasarkan telaah pustaka di atas,
maka dapat disusun suatu kerangka pemikiran penelitian seperti yang disajikan
dalam gambar berikut ini:
Gambar 2. 1
Kerangka Pemikiran

Model penelitian yang disajikan di atas menjelaskan
bahwa variabel kualitas layanan (X1), nilai nasabah (X2), atribut produk Islam
(X3), berpengaruh terhadap variabel kepuasan nasabah (Y).
2.4 Hipotesis
Hipotesis pada dasarnya merupakan
suatu proporsi atau anggapan yang mungkin benar, dan sering digunakan sebagai
dasar pembuatan keputusan/pemecahan persoalan ataupun untuk dasar penelitian
lebih lanjut (Supranto, 2001).
Adapun hipotesis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
H1 : Semakin tinggi derajat
kualitas layanan maka semakin tinggi pula derajat kepuasan nasabah KJKS BMT
Muamalat
H2 : Semakin tinggi derajat nilai
nasabah maka semakin tinggi pula derajat kepuasan nasabah KJKS BMT Muamalat
H3 : Semakin tinggi derajat atribut
produk yang melekat pada KJKS BMT Muamalat maka semakin tinggi pula derajat
kepuasan nasabah KJKS BMT Muamalat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar